Kenapa Banyak Orang Geer Merasa Berpeluang Jadi Menteri?
Pixabay/Monkey |
Ada satu-dua diantara mereka yang memang betul pantas untuk dicalonkan. Punya kemampuan, punya pengalaman yang dibuktikan dengan track record kerja yang jelas, ada basis dukungan rakyat baik melalui partai, sosial media maupun lembaga keagamaan, dan punya latar belakang pendidikan yang mumpuni.
Tapi ada juga yang kurang tahu diri, tidak punya apa-apa, tidak bisa apa-apa, tapi ngotot mencalonkan diri. Ada yang karena iseng-seng berhadiah, siapa tahu hoki bisa terpilih. Kita tidak tahu di zaman ini ‘kan? Bahkan Walikota Solo bisa jadi Presiden.
Ada juga mereka yang merasa berjasa memperjuangkan Jokowi dalam kampanye gila-gilaan kemarin. Bahkan ada yang dicalonkan sekedar karena punya tampang ganteng dan cantik dan ngetop di sosial media!
Kenapa ya orang-orang yang inkompeten ini merasa begitu geer sehingga merasa punya peluang besar untuk terpilih?
Ternyata sifat geer seperti ini adalah hal yang normal sekali. Kebanyakan manusia, remasuk saya dan Anda, seringkali menilai dirinya secara berlebihan. Fenomena ini dinamakan Dunning-Kruger Effect.
Misalnya saat kita menilai kedisiplinan diri, pengorbanan yang pernah dilakukan untuk orang lain, ketabahan, kerja keras, kasih sayang, hasil karya, kemampuan pengelolaan keuangan dan sebagainya, kita cenderung merasa jauh lebih baik dari pada yang sebetulnya kita lakukan atau berikan.
Dan herannya, orang yang lebih kecil kemampuannya justru adalah yang paling merasa geer, paling merasa kompeten. Misalnya : yang pengorbanannya paling sedikit, justru merasa sudah berkorban jauh lebih banyak dari orang lain. Yang rada bloon, justru merasa lebih pintar ketimbang orang lain.
*sampai disini, bahkan saya pun merasa tersindir, heheh..
Psikolog Dunning dan Krueger dalam penelitiannya ditahun 1999 menyatakan, bahwa manusia yang inkompeten mempunya dua ‘kutukan’.
Pertama, dia tidak mampu melakukan hal tertentu dalam bidang yang ingin dikuasainya. Misalnya ada orang yang tidak cukup kompeten untuk mengatur keuangan.
Kedua, dia tidak punya standar untuk menilai apakah betul dia tidak mampu. Di point pertama, orang tersebut bukan ahli keuangan dengan standar tertentu, sehingga menilai dirinya terutama pakai feeling atau berdasarkan pujian dari orang disekitarnya, yang belum tentu tulus. Semata hanya ingin menjilat saja.
Tapi kebanyakan orang, jika diingatkan dengan baik, melalui standarisasi atau tes tertentu, akan menyadari kelemahannya dan tidak lagi merasa geer.
Misalnya mereka yang belajar bahasa Inggris secara autodidak. Merasa sudah lancar sekali, karena orang-orang disekelilingnya sama sekali tidak bisa bahasa inggris. Tapi begitu melakukan tes TOEFL dengan hasil dibawah rata-rata, barulah menyadari bahwa dirinya tidak sehebat yang dia sangka.
Dan inilah sebabnya, semakin banyak orang tahu, semakin berkurang kegeeran seseorang atas kemampuan dirinya. Karena dia semakin menyadari standar apa yang diperlukan agar dia termasuk kedalam golongan mereka yang kompeten.
Orang-orang tua bilang : semakin berisi, padi semakin merunduk.
Meskipun demikian bukan berarti ‘padi yang berisi’ ini tidak bermasalah. Kadang karena mereka punya standar yang terlalu tinggi untuk menilai diri sendiri, sehingga mereka jadi susah sekali merasa puas dan gembira atas hasil kerja mereka. Orang kadang mengatakan mereka jadi terlalu perfeksionis.
Selain itu juga kadang mereka salah mengira orang-orang disekeliling mereka juga punya standar yang sama tingginya.
Mereka mengira, orang-orang yang inkompeten ini memang sudah menilai dirinya dengan baik sehingga berani mempromosikan diri sendiri. Atau malah mengira orang inkompeten ini sengaja menipu mereka. Padahal mereka betul-betul semata hanya geer saja.
Jadi untuk para calon Menteri di kabinet Jokowi nanti, perlu ada standar yang jelas dan transparan yang harus mereka penuhi. Sehingga mereka yang tidak masuk kedalam standar ini, mudah-mudahan, akan mundur dengan sendirinya dan tidak malah marah-marah dan ngambek karena tidak terpilih.
Demikian juga untuk pendukung mereka tidak merasa junjungannya dikhianati oleh Jokowi tinggal mencocokkan calonnya kedalam standar ini, sehingga tidak terus-terusan berperang tidak karuan di sosial media padahal calonnya jauh panggang dari api.
Komentar
Posting Komentar